Enam bulan hidup di daerah perbatasan karena tuntutan tugas membuat saya terkaget-kaget dengan fenomena maraknya produk-produk Malaysia dipajang di berbagai warung: gula, kopi, garam, berbagai jenis cemilan, bahan bangunan, solar, bensin, tabung gas produk petronas, dll. Iseng saya bertanya kepada beberapa pemilik warung: mengapa produk Indonesia jarang dijual di warung mereka.
Barang Indonesia Mahal
Barang Indonesia menjadi mahal karena jarak tempuh yang jauh. Umumnya untuk wilayah KALBAR, Pontianak menjadi tempat pembelian produk-produk dalam negeri. Dari Pontianak harus dikirim ke ibu kota kabupaten Kapuas Hulu-Putussibau. Dari Puttusibau harus didistribusikan ke berbagai kecamatan termasuk ke wilayah perbatasan dengan Malaysia. Ini memakan waktu berhari-hari dan terkadang menjadi sulit apabila musim penghujan. Karena jalan propinsi dan kabupaten mengalami kerusakan dan berlumpur. Lamanya distribusi barang karena faktor jalan yang rusak menimbulkan kelangkaan bahan-bahan baku. Dengan kondisi jalan yang buruk serta ongkos pendistribusian barang yang tidak sedikit menjadikan produk-produk Indonesia berlipatganda harganya dan tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.
Barang Malaysia lebih Murah
Untuk mengatasinya, banyak pedagang yang menjual barang-barang pasokan dari Malaysia karena lebih dekat. Barang-barang kebutuhan pokok ini biasanya diambil dari Lubu Antuk dengan jarak tempuh yang dekat dari kecamatan-kecamatan perbatasan. Selain itu, harganya murah dan tejangkau oleh masyarakat. Ketika terjadi kelangkaan BBM beberapa waktu lalu, BBM Indonesia dijual di perbatasan dengan harga Rp 20.000 perliter, BBM pasokan dari Malaysia bisa dibeli dengan harga Rp 7000 perliter. Perbedaannya sangat jauh.
Benahi Infrastruktur di Daerah Perbatasan
Dengan kondisi seperti ini, maka masyarakat kecil akan lebih mudah memilih produk-produk Malaysia dibandingkan produk Indonesia. Karena itu, salah satu cara agar masyarakat perbatasan mencintai produk dalam negeri maka turunkan biaya pendisitribusian barang ke wilayah pertabatasan. Caranya tidak lain dengan membenahi infrastruktur di wilayah perbatasan, terutama jalan. Kondisi jalan yang buruk dan berlumpur, seperti sawah yang habis dibajak dan siap ditanami padi membuat ongkos pendistribusian produk-produk Indonesia menjadi mahal.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.